Rabu, 25 Maret 2009

Ironis

Kepada setiap orang yang mempunyai edukasi yang cukup mumpuni...
Sebuah tulisan dari seseorang yang juga mempunyai edukasi yang cukup mumpuni, yang menghabiskan jam makan siangnya untuk menulis hal yang menjadi pikirannya setiap bangun pagi, setiap suapan sarapan paginya dan setiap tiupan angin dari mulutnya untuk mendinginkan teh panasnya.
Sebuah tulisan yang dibumbui sedikit imaginasi karena terlalu lama berada di ruangan kecil berpendingin udara, menahan rasa kantuk karena kebosanan memaksakan jari-jari yang berat untuk menekan tuts keypad mengetik sesuatu yang melintas di pikiran seperti slideshow reklame, tentu saja sensasinya tidak seperti seseorang yang sedang semangat karena chatting dengan rekan-rekannya.
Apa saja sih yang dipikirkan?
Sebuah hal kecil yang mungkin belum pernah atau bahkan enggan dipikirkan oleh orang kebanyakan, masa bodoh deh mendingan pagi-bagi membaca koran.
Yaelahhhhhh... kadang-kadang memang butuh sih untuk memikirkan hal-hal meskipun sekecil apa pun yang bersinggungan sedikit dengan kehidupan kita, aku sendiri yang bertanya aku sendiri yang menjawab, autis kali yah.
Hal-hal begini kadangkala cukup menyentil loh, seperti melihat hujan deras pada hari pernikahan seseorang, apa yang akan anda pikirkan? “Hmmmm... kasian yah pasangan pengantinnya, undangan banyak yang tidak hadir”.
Pernahkan anda merasa jengkel yang luar biasa? Pada saat anda sedang terlibat antrian yang begitu panjang saat hendak membayar pajak kendaraan, setelah hampir 1 jam tiba giliran kita, ooophs, STNKnya lupa dibawa.
Seperti anda memperoleh tumpangan yang sebenarnya gratis, padahal anda telah membayar di muka, sebal kan? Tahu begitu tadi tidak usah membayar duluan, ... siapa suruh tidak ditanya duluan?
Atau pada suatu saat anda jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang wanita yang sangat cantik, dan pada saat yang sama anda bertemu seorang pria yang sedang mengandengnya yang ternyata adalah suaminya, salahkanlah mata anda yang telah memandangnya, hahaha
Ini nih contoh yang lebih menyakitkan...
What’s the next story?
Mari kuceritakan sebuah kisah yang ringan.
Bercerita sambil bersenandung tentang hal-hal yang ironis dalam hidup kita.
Tentang seorang pria yang bertemu dengan seorang seorang puteri yang cantik pada suatu hari. Pada hari berikutnya pria itu jatuh cinta pada puteri cantik itu, jatuh cinta pada pandangan pertama, di hari berikutnya lagi dengan susah payah pria itu mencari puteri cantik itu untuk menyatakan perasaaan hatinya yang telah sekian hari ditahan dan apa yang ditemukannya? Ternyata puteri cantik itu sudah menjadi milik pangeran yang lain. Bagaimana nasib pria ini? Tidaklah buruk, dia baru saja mendapatkan ijazah S1 jurusan “Malang” dengan titel “Pria, SM”
SM= Sarjana Malang
Rasanya seperti serangan jantung ringan saja, orang barat bilangnya “Mild Heart Attack” menggeramkan!!!
Selamat siang tuan-tuan dan nyonya-nyonya, saudara saudari sekalian...
Jika anda suatu saat mengalami atau berhadapan dengan yang namanya perasaan, janganlah memberi kesempatan sedikit pun kepada sang tuan “waktu”, jangan biarkan anda membuat keputusan terlalu lama, cepatlah merespon, tunjukkan antusias jika anda merasa ada ikatan bathin dan berlalulah seperti angin jika anda hanya sekedar mencuci mata. Karena antara subjek dan objek, menunggu adalah hal yang sangat membosankan, menjengkelkan. Cinta pun tidak ingin menunggu. Jika kesempatan sampai lewat, selamat! Anda telah log in ke www.putusasa.com.
Masih banyak toh hal-hal serupa di atas yang menimpa keseharian kita? Kehidupan selalu berjalan, kita harus menghadapinya.

Selasa, 17 Maret 2009

Memandang Dirinya...

Dunia ini gelap...
Dan cahaya sangat berharga.
Mendekatlah sobat-sobatku yang tersayang karena aku akan menceritakan kisahku.
Untuk seseorang ... Yang meminta cerita nyata paling jujur yang biasa-biasa saja.
Kisah tentang pahlawan yang biasa-biasa saja.
Kisah yang sangat kecil di dunia, tetapi kelas dunia bagi diriku.
Aku berterima kasih kepadanya karena memberikan akhir pekan yang damai, memberikan ketenangan pikiran, menerangi jalanku, memberikan rasa aman, memberikan semangat dan melarangku menyerah.
Seperti kata Shakespeare “Demi surga, saya mencintai, dan cinta mengajari saya untuk bersajak serta menjadi melankolis”.
Iya, betul, aku bukanlah penulis, bahkan di saat aku menuliskan tentang ini aku masih bukan seorang penulis amatiran, tetapi setidaknya karena cinta, aku telah menjadi melankolis.
Saat itu adalah sore.
Matahari baru akan terbenam dan sinarnya begitu lembut, sinar matahari sore yang lembut bercampur dengan udara yang sejuk setelah hujan membuat suasana hati seperti daun talas dengan lapisan lilinnya yang tidak bisa basah oleh cairan-cairan masalah dan kesedihan, setidaknya sepanjang sore itu...
Sinar yang seakan-akan aku minta secara khusus kepada sang pusat tata surya bahwa aku akan berada di suatu tempat, ditemani oleh seseorang yang sangat berarti dalam hidupku, di sana menikmati keheningan akhir pekan dan kebahagiaan yang tidak bisa dideskripsikan.
Aku berdiri di atas jembatan.
Mengarahkan konsentrasi sensor motorikku pada 2 hal, kepada benang kailku yang senantiasa bergerak di atas permukaan air, pantulan yang menyerupai lukisan bergerak pada permukaan air adalah diriku yang sedang memperhatikan dirinya.
aku melihat diriku sendiri selalu sibuk menyesuaikan benang kailku dengan arus air yang bergerak mengalir ke depan.
Samar-samar bayangan mataku memandangi dirinya, memandang tatapannya, tatapannya yang sesekali mengarah juga pada diriku, kepada titik temu benang kail di permukaan air, kepada sosok seorang anak yang masih kecil yang bermain dengan permainan solonya yang egois, melemparkan ikatan batu ke dalam air dan menimbulkan riak besar, menarik lalu melemparkannya lagi.
Bergiliran kami memandang permainan yang memang dibutuhkan imaginasi tinggi taraf anak kecil untuk bisa menikmatinya, yang bagi kami adalah permainan putus asa, sesekali sembari membetulkan posisi kailku, terkikik-kikik yang menandakan kami menikmati kelucuan itu.
Aku masih dapat melihat dirinya duduk di atas dudukan dari semen, yang sebenarnya difungsikan sebagai wadah untuk menanam beberapa pohon ukuran sedang yang cukup rimbun.
Sinar matahari yang tidak terik menerobos dedaunan dan buah-buah kecil yang tidak jelas dari pohon yang ditanam di wadah tempat dia duduk, menimpa wajahnya yang lonjong dan membiaskan kesan kerinduan yang luar biasa, raut wajahnya yang kerap hadir di dalam mimpi kini bersinar begitu nyata membalas tatapanku, meski tatapannya kurang tajam seperti yang biasa ditunjukkannya, tampak sedikit sayu karena kelelahan, kosong dan selalu menaruh kecurigaan pada setiap bunyi kendaraan yang melintas di belakangnya. Mungkin saja dia curiga dan akan marah jika ada yang akan merusak acara kecil kami sore itu. Aku masih bisa melihat telinga mungilnya yang menempel sempurna dan dagunya yang runcing, bagian kecil dari wajahnya yang indah meskipun tanpa tersenyum sekalipun, tanpa tatapan yang tajam.
Sinar matahari sore itu sesungguhnya semakin mendramatisir visualku menatap mengagumi dirinya, menikmati setiap detik berjalan seiring intensitas cahaya yang semakin berkurang, yang tentu saja tetap tidak mengurangi sedikitpun keindahan dirinya, hampir tidak ada pemandangan yang sia-sia dari dirinya, seperti menikmati makanan setelah seharian menahan rasa lapar dan tidak membiarkan bersisa.
“Hayo, kita pulang, sudah gelap....”
Pertanyaan yang tertinggal dalam diriku sendiri sepanjang jalan, apakah keindahan dirinya yang kulihat sore itu berbanding lurus dengan keindahan cintanya untuk diriku. Ketakutan tetap saja selalu membayangi, saat sore mulai berlalu dan saat bumi akan kembali gelap...

Rabu, 11 Maret 2009

Saint Michael


Pada posting pertama saya di blog ini, saya akan memulai dengan nilai religius yang selama ini saya pelajari. Saya menyadari bahwa religi memegang peranan cukup penting dalam hidup. Tetapi ini tidak berarti bahwa blog saya adalah blog khusus religius, karena ini hanyalah salah satu yang ingin saya muat untuk memperkaya blog ini. Akan menjadi sebuah bonus yang luar biasa jika ternyata tulisan beserta kutipan untuk cerita yang satu ini ternyata bisa bermanfaat dan menghibur orang lain.
Pertama-tama, marilah kita merenungkan St Mikhael dan perannya dalam sejarah keselamatan. Malaikat Agung St Mikhael, yang namanya berarti, “siapa yang seperti Allah,” memimpin balatentara para malaikat yang mencampakkan setan beserta para malaikat yang memberontak ke dalam neraka (lihat “Pertempuran Besar di Surga”); pada akhir zaman, ia akan menghunus pedang keadilan guna memisahkan yang baik dari yang jahat (bdk Why 12:7 dst).  
Para Bapa Gereja awali mengenali peran penting para malaikat dan malaikat agung, teristimewa St Mikhael. Theodoret dari Cyr (393-466) dalam tulisannya Tafsiran Daniel mencatat, “Diajarkan kepada kita bahwa tiap-tiap kita dipercayakan ke dalam pemeliharaan seorang malaikat pribadi yang menjaga dan melindungi kita, serta membebaskan kita dari perangkap roh-roh jahat. Para malaikat agung diserahi kepercayaan untuk melindungi bangsa-bangsa, seperti yang diajarkan Musa, dan yang selaras dengan kata-kata Daniel, sebab ia sendiri berbicara tentang `pemimpin orang Persia,' dan sesudahnya `pemimpin orang Yunani,' sementara ia menyebut Mikhael `pemimpin orang Israel.'” Para Bapa Gereja juga beranggapan bahwa St Mikhael berdiri menjaga di pintu gerbang Firdaus setelah Adam dan Hawa diusir; St Mikhael adalah malaikat yang dengan perantaraannya Tuhan memaklumkan Sepuluh Perintah Allah, yang menghalangi jalan Bileam (Bil 22:20 dst), dan yang menumpas bala tentara Sanherib (2 Taw 32:21).
St Basilus dan para Bapa Yunani lainnya menempatkan St Mikhael sebagai Pemimpin segenap malaikat. Dengan munculnya teori dan gagasan mengenai “sembilan paduan suara malaikat,” sebagian mengatakan bahwa St Mikhael adalah pemimpin para Serafim, paduan suara pertama. (Tetapi, St Thomas Aquinas menempatkan St Mikhael sebagai pemimpin paduan suara terakhir para malaikat).
Sejak lama orang berseru kepada Malaikat Agung St Mikhael memohon perlindungannya dalam berbagai peristiwa. Pada tahun 590, suatu wabah hebat menyerang Roma. Paus St Gregorius Agung memimpin suatu arak-arakan melintasi jalan-jalan sebagai tindak penitensi, silih atas dosa dan memohon pengampunan. Di makam Hadrian (sekarang Kastil Sant'Angelo dekat Basilika St Petrus), St Mikhael menampakkan diri dan menyarungkan pedangnya sebagai tanda berakhirnya wabah. Sesudahnya, Bapa Suci membangun sebuah kapel di puncak makam tersebut dan sebuah patung besar St Mikhael yang berdiri di sana hingga sekarang.
Dalam tradisi Gereja Katolik, St Mikhael dikenal memiliki empat tugas penting: (1) terus melanjutkan pertempurannya melawan setan dan para malaikat yang memberontak lainnya; (2) menyelamatkan jiwa-jiwa kaum beriman dari kuasa setan, teristimewa pada saat ajal; (3) melindungi Umat Allah, baik bangsaYahudi dari Perjanjian Lama maupun Umat Kristiani dari Perjanjian Baru; (4) dan akhirnya, menghantar jiwa-jiwa orang yang meninggalkan dunia ini dan membawa mereka ke hadapan Tuhan kita untuk pengadilan khusus, dan pada akhir jaman, untuk pengadilan terakhir. Karena alasan-alasan di atas, gambar-gambar Kristiani melukiskan St Mikhael sebagai seorang laskar ksatria, mengenakan perlengkapan perang, menghunus pedang atau tombak, sementara berdiri penuh kemenangan di atas ular atau lambang setan lainnya. Terkadang, St Mikhael digambarkan memegang timbangan keadilan atau Kitab Kehidupan, keduanya melambangkan pengadilan terakhir.
Sebagai umat Katolik, melalui ritus-ritus liturgis, kita mengenangkan peran penting St Mikhael dalam melindungi kita terhadap setan dan kuasa-kuasa kejahatan. Suatu madah persembahan kuno dalam Misa Arwah meneguhkan peran St Mikhael ini, “Tuhan Yesus Kristus, Raja Kemuliaan, bebaskanlah jiwa-jiwa segenap umat beriman yang telah meninggal dunia dari siksa neraka dan jurang yang dalam; bebaskanlah mereka dari mulut singa agar neraka jangan sampai menelan mereka dan agar jangan sampai mereka jatuh ke dalam kegelapan, melainkan kiranya St Mikhael, sang pembawa panji-panji, membimbing mereka ke dalam terang mulia, seperti yang dulu Engkau janjikan kepada Abraham dan keturunannya. Kami persembahkan kepada-Mu, ya Tuhan, kurban-kurban dan doa; sudilah Engkau menerimanya demi jiwa-jiwa yang kami kenangkan pada hari ini. Perkenankanlah mereka, ya Tuhan, melewati kematian menuju kehidupan seperti yang dulu Engkau janjikan kepada Abraham dan keturunannya.”
Dalam Misa Tridentine, sejak tahun 1200-an, umat beriman berseru kepada St Mikhael dalam Seruan Tobat, bersama dengan seruan kepada Santa Perawan Maria, St Yohanes Pembaptis, serta St Petrus dan Paulus; seruan kepada para kudus ini mengilhami umat beriman untuk ingat akan panggilan kepada kekudusan dan ketakbercelaan Gereja Jaya di surga.
Hampir sepanjang abad ke-20, umat beriman mendaraskan Doa kepada St Mikhael pada akhir Misa. Pada akhir 1800-an, Paus Leo XIII (wafat 1903) mendapat penglihatan yang menubuatkan datangnya abad penderitaan dan perang. Usai mempersembahkan Misa Kudus, Bapa Suci sedang bercakap-cakap dengan para kardinal, ketika tiba-tiba beliau jatuh tak sadarkan diri. Segera para kardinal memanggil dokter. Denyut nadi Bapa Suci tak dapat dideteksi; orang takut kalau-kalau Bapa Suci telah berpulang. Sekonyong-konyong, Paus Leo bangun dan mengatakan, “Betapa aku diperkenankan melihat suatu penglihatan yang amat mengerikan!” Dalam penglihatan tersebut, Tuhan mengijinkan setan memilih suatu abad di mana ia boleh melancarkan serangan-serangannya yang paling dahsyat melawan Gereja. Iblis memilih abad ke-20. Bapa Suci begitu tergerak hatinya oleh penglihatan ini hingga beliau menyusun suatu doa kepada Malaikat Agung St Mikhael, “Malaikat Agung St. Mikhael, belalah kami dalam peperangan. Jadilah pelindung kami dalam melawan segala kejahatan dan jebakan setan. Kami mohon dengan rendah hati agar Allah menaklukkannya, dan engkau, O panglima balatentara surgawi, dengan kuasa Ilahi, usirlah ke neraka setan dan semua roh jahat yang berkeliaran di seluruh dunia yang hendak menghancurkan jiwa-jiwa. Amin.” Pada tahun 1886, Paus Leo menginstruksikan agar doa ini didaraskan pada akhir Misa. (Ketika Paus Paulus VI menerbitkan “Novus Ordo” Misa pada tahun 1968, Doa kepada St Mikhael dan pembacaan “injil terakhir” pada akhir Misa dihapuskan.)
Peran St Mikhael amat menonjol dalam Ritus Eksorsisme (= Pengusiran Setan), khususnya dalam masalah infestatio diabolica (= pendudukan setan) atas tempat. Di sini imam berdoa, “Pemimpin Balatentara Surgawi yang mulia, Malaikat Agung St Mikhael yang kudus, belalah kami dalam pertempuran melawan pemimpin dan kuasa-kuasa dan penguasa-penguasa kegelapan di dunia ini, melawan roh-roh jahat yang dulunya adalah para malaikat. Sudi datanglah menolong manusia yang diciptakan Tuhan menurut gambar-Nya Sendiri dan yang ditebus-Nya dari tirani setan dengan harga yang sangat mahal. Gereja menghormati engkau sebagai penjaga dan pelindungnya. Tuhan mempercayakan ke dalam pemeliharaanmu segenap jiwa-jiwa yang telah ditebus, agar engkau menghantar mereka ke dalam kebahagiaan di surga. Mohonkanlah kepada Raja Damai agar Ia meremukkan setan di bawah kaki kami; sehingga setan tak lagi dapat menawan manusia dan dengan demikian melukai Gereja. Persembahkanlah doa-doa kami kepada Allah yang Mahatinggi, agar belas kasihan-Nya segera dicurahkan atas kami. Tawanlah Binatang itu, si Ular Tua, yang adalah musuh dan Roh Jahat, dan rendahkanlah ia hingga ke ketiadaan abadi, agar ia tak lagi membujuk bangsa-bangsa.”  
Pada musim semi tahun 1994, Bapa Suci Yohanes Paulus II mendorong umat beriman untuk mendaraskan Doa kepada Malaikat Agung St Mikhael. Beliau juga mendesak demi dipraktekkannya kembali pendarasan doa tersebut dalam Misa Kudus. (Harap diperhatikan bahwa Bapa Suci tidak mengamanatkan pendarasan doa tersebut dalam Misa.) Jelas, Bapa Suci bermaksud menanggapi kejahatan-kejahatan hebat yang kita lihat terjadi di dunia kita ini - dosa-dosa aborsi, eutanasia, pornografi, percabulan, penyiksaan anak, terorisme, pembantaian bangsa-bangsa tertentu dan lain sebagainya. Tak diragukan lagi, setan dan para malaikat lainnya yang memberontak sedang melakukan yang terbaik guna menjerumuskan jiwa-jiwa ke dalam neraka. Kita membutuhkan pertolongan St Mikhael. Oleh sebab itulah, kini banyak paroki mendirikan tempat doa demi menghormati St Mikhael ataupun mendaraskan Doa kepada Malaikat Agung St Mikhael di akhir Misa.

* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Christendom's Notre Dame Graduate School in Alexandria.

sumber : “Straight Answers: Prayer to St. Michael” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2005 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com

 “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.